Adanya rancangan peraturan daerah (ranperda) penghancuran mobil yang berusia 25 tahun atau di bawah tahun 1991 menuai protes dan kritikan dari Ketua Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) Bali.
Ketua PPMKI Bali dr. IGNB Mahayasa Sp KJ menilai keputusan tersebut prematur karena menyamaratakan mobil klasik yang jarang turun ke jalan dengan mobil angkutan umum.
“Kalau untuk mobil niaga dan penumpang saya setuju, karena menyangkut nyawa orang banyak, sementara mobil tua terutama mobil klasik itu adalah mobil kolektor dan jarang turun ke jalan,” tegasnya.
Menurutnya selama ini dari komunitas PPMKI taat dalam membayar pajak kendaraan dan untuk persoalan emisi gas buang yang dapat menyebabkan polusi, sebagian besar mesin mobil klasik telah banyak yang direkondisi dan dirawat secara prima sehingga layak untuk jalan harian.
Terkait biang kemacetan, Mahayasa menyebutkan sebetulnya bukan disebabkan mobil klasik, melainkan pertumbuhan mobil baru yang kian gencar di Bali. “Saya akan publikasikan bahwa yang bikin kemacetan itu bukan mobil klasik,” tuturnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah daerah memberikan insentif pajak dan perhatian khusus terhadap mobil klasik karena selain jarang digunakan di jalan dan melestarikan sejarah, keunikan mobil klasik menjadi daya tarik wisata. Tak heran, banyak mobil klasik yang digunakan untuk pariwisata untuk melakukan tour. Sehingga jika dimasukkan dalam peraturan, sebaiknya mobil klasik diatur dalam pasal yang tersendiri.
Menyikapi ranperda ini, pihaknya dalam waktu dekat akan mengumpulkan rekan pecinta mobil klasik untuk membahasnya. “Setelah mencapai satu bahasa baru kita dengan pendapat dengan yang membuat perda sehingga produk perda sepertinya tidak dipaksakan, justru akan semakin akan muncul konflik baru,” tambahnya.